Ternyata Dulu Tahlilan 7 Hari Populer di Makkah dan Madinah





Muslimedianews.com ~ Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah (salah satu pengarang kitab tafsir Jalalain) didalam al-Hawi lil-Fatawi menceritakan bahwa kegiatan 'tahlilan' berupa memberikan makan selama 7 hari setelah kematian merupakan amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh umat Islam di Makkah maupun Madinah. Hal itu berlangsung hingga masa beliau :

أن سنة الإطعام سبعة أيام، بلغني أنها مستمرة إلى الآن بمكة والمدينة، فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الآن، وأنهم أخذوها خلفا عن سلف إلى الصدر الأول
“Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa al-Hafidz sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasi awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’. [1]

Hal ini kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil asy-Syaikh al-Fadlil Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang khusus membahas kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar” dengan menaqal perkataan Imam As-Suyuthi :

أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني و رأيته أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947 م إلى ان رجعت إلى إندونيسيا فى السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من الصحابة إلى الأن وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الإول. اه. وهذا نقلناها من قول السيوطى بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطى : وشرع الإطعام لإنه قد يكون له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان فى الصدقةِ معونةٌ لهُ على تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤل وصعوبة خطاب الملكين وإغلاظهما و انتهارهما.
“Sungguh sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai informasi kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa hal ini (kenduri memberi makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di Makkah dan Madinah (tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali Indonesia tahun 1958 M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima (memperoleh) cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as-Suyuthi dengan sedikit perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya, maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur, sulitnya menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan gertakannya”. [2]

Istilah 7 hari sendiri didasarkan pada riwayat shahih dari Thawus yang mana sebagian ulama mengatakan bahwa riwayat tersebut juga atas taqrir dari Rasulullah, sebagian juga mengatakan hanya dilakukan oleh para sahabat dan tidak sampai pada masa Rasulullah.

(red. Ibnu Manshur)


[1] al-Hawi al-Fatawi [2/234] lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi.
[2] Kasyful Astaar lil-‘Allamah al-Jalil Muhammad Nur al-Buqir, beliau merupakan murid dari ulama besar seperti Syaikh Hasan al-Yamani, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutubi, Syaikh Sayyid Alwi Abbas al-Maliki, Syaikh ‘Ali al-Maghribi al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath dan Syaikh Alimuddin Muhammad Yasiin al-Fadani.

SUMBER  (www.muslimedianews.com)

TAHLILAN DI YAMAN & JEDDAH

BAWAH; Ini adalah pemandangan (kata org indo) TAHLILAN di Yaman atas meninggalnya Habib Abdul Qodir Assegaf Jeddah pada April tahun 2010 lalu..





Sebenarnya acaranya dimulai semenjak ba’da ashar dan lanjut hingga malam yang isinya sebagai berikut

تلاوة القرآن الكريم على روح فقيد
الأمــة الإسلامية الإمام العلامـــة الحبيب عبد القادر بن أحمد بن
عبدالرحمن السقاف

و بعد صلاة المغرب مباشرة بديء الختم بتلاوة القرآن الكريم والذكر
والتسبيح والتهليل ووهب ثواب ذلك على روح الفقيد الإمام العلامة الحبيب
عبد القادر بن أحمد بن عبدالرحمن السقاف وأسرته الطاهرة





Setelah shalat maghrib langsung dimulai khataman Alqur’an, lalu pembacaan Dzikir, Tasbih, Tahlil yang kemudian pahalanya dihadiahkan kepada beliau rohimahullah

Malam itu disebutkan

حيث أنكبّ المحبون والمعزون من كل مكان في وادي حضرموت وخارجه فرادى
وجماعات من علماء ومشائخ ودعاه ومسئولين ودكاترة وأستاذة وأدباء وشعراء
وشيوخ القبائل وشخصيات اجتماعية وبحضور كبير ما يقارب السبعة الألف فأكثر
، وقد أقتض البيت والساحات والأحواش والشوارع بسيؤن بالمعزين لحضور ختم
تلاوة القرآن الكريم من بعد صلاة العصر وحتى ساعات متأخرة من الليل





Dihadiri oleh 7000 lebih yang memadati halaman, emperan rumah, gang gang dan jalan yang terdiri dari para masyayikh, para doktor, para kepala suku, para syu’aroo’ dan lain sebagainya




http://altekah.yoo7.com/t29-topic_______________

GAMBAR BAWAH; ini TAHLILAN dimalam pertama kewafatan beliau di kediaman beliau Jeddah Saudi Arabia. Di kesempatan ini di hadiri olehوقد حضر جملة من علمائنا على رأسهم الحبيب ابوبكر العدني بن علي المشهور والحبيب زين والحبيب عمر بن حفيظ والحبيب علي الجفري والكثير الكثير من علمائنا نفعنا الله واياكم بعلومهم في الدارين اللهم امين

Sejumlah ulama ulama terkemuka seperti Habib Abu Bakar Al’adani bin masyhur, Habib Zein bin Smith, Habib Umar bin Hafidz, Habib Ali Al Jifri dan banyak lagi yang lainnya

Acaranya sama, yaitu pembacaan Alqur’an atau hataman Alqur’an, doa hataman, dan kemudian pembacaan biografi/kisah kisah almarhum rohimahullah dan mauidloh, dan diteruskan adzan, shalat isya’ dan selesai

Hmmmm…. rupanya tradisi Hindu juga nyampek ke Yaman dan Jeddah ya?

Adapula tambahan dari rekan kami yang bermukim di Malaysia, singapura, dll merekapun mengadakan doa & zikir bersama untuk mendoakan saudara muslim yang wafat persis seperti acara tahlilan di Indonesia


http://www.ghrib.net/vb/showthread.p...a3356eaccfd80c  (www.ghrib.net)
sumber  (generasisalaf.wordpress.com)

"ZARDAH" TRADISI TAHLILAN KEMATIAN DI MAROKO



Apakah tradisi Tahlilan hanya ada di Indonesia?, apakah benar tradisi tahlilan berasal dari agama Hindu ??

Walaupun belum genap dua tahun aku tinggal di negeri yang bermadzhab Maliki tulen ini, Maroko, paling tidak aku mulai mengenal budaya yang berkembang dan mereka anut. Salah satu pengalaman yang cukup berkesan bagiku, yaitu ketika aku sering diundang pada acara-acara jamuan makan mereka, baik itu pada walimah pengantin, tasyakuran, khitanan, maupun acara kirim doa untuk mayit.
Di Tanah Air acara seperti ini populer sekali dengan istilah kenduri atau selamatan (slametan). Istilah tersebut di Maroko lebih akrab dengan sebutan zardah/salkah dalam bahasa darijah (dialek) mereka.Satu hal yang sangat menarik ketika aku mendapatkan cerita dari salah seorang teman, anak Maroko, yang ayahnya baru saja meninggal. Kata dia, mereka biasanya mengadakan zardah dengan membaca Al-qur’an dengan memilih surat-surat khusus seperti surat Yasin, al-ikhlas, Muawidzatain, dan beberapa kalimat tayyibah (tahlil) pascakematian jenazah itu pada beberapa hari tertentu. Misalnya, ada beberapa orang yang memeringati hari berkabung itu sejak hari pertama meninggalnya hingga hari ke-7 dan ke-40 hari setelah kematiannya.Nah, ini merupakan bukti bahwa di Negeri seribu benteng ini, ternyata ada juga budaya semacam kenduri yang mirip sekali dan bahkan kalau boleh saya bilang hampir sama persis dengan budaya kita di tanah air. Mungkin yang paling membedakan adalah sajian makanannya, mereka menyajikan menu makanannya sebanyak tiga kali dan bahkan bisa lebih dari itu. Misalnya, menu pertama berupa ikan laut, kemudian disusul dengan menu kedua, yaitu ayam dan ketiganya berupa daging sapi atau kambing. Bahkan mereka kalau menyajikan daging kambing terkadang berupa kambing utuhan (kambing guling) yang hanya dipotong kepala dan kakinya saja. Jadi, masaknya seperti masak ayam panggang (ingkung).
Menu tersebut khususnya bagiku, itu sangat luar biasa, maklumlah perutku standar perut orang Indonesia yang cukup diisi dengan satu paha ayam saja. Terkadang aku baru melihatnya saja sudah terasa kenyang. Sesekali aku sempat berpikir, kalau seandainya aku dapat isteri orang Maroko kayaknya harus punya ternak ayam. Soalnya bagi mereka satu ekor ayam itu untuk porsi satu orang atau bahkan kadang-kadang bisa lebih.
Budaya yang sering menjadi buah bibir sebagian ulama’ kita di tanah air ini, ternyata disini tak sedikit juga penggemarnya. Walaupun ada juga beberapa kelompok yang enggan mengikutinya khususnya diacara-acara jamuan makan yang diadakan pasca ada orang yang meninggal, atau sering kita kenal dengan istilah kirim do’a kepada si mayyit. Bagi kelompok yang kontra dalam masalah ini, mereka beranggapan bahwa acara itu tidak ada tuntunannya didalam syari’at Islam, sehingga itu termasuk bid’ah dan tentu sangat sesat dan menyesatkan. Kelompok yang kontra itu biasanya berpedoman pada dalil yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu كل محدثة بدعة وكل بدعة ظلالة وكل ظلالة في النار. Dan argumen yang paling kuat bagi mereka, bahwa menurut mereka, ibadah itu bersifat tauqifi (tak bisa diedit/diotak-atik lagi).Perbedaan yang kalau boleh dibilang sudah kadaluarsa seperti ini, ternyata disini tak ubahnya seperti di Indonesia, masih sering jadi buah bibir diantara para ulama’. Bahkan tidak hanya dalam perkara ini saja, dalam perkara yang lain pun masih banyak. Hanya saja disini kalau ada yang kontra tidak berani vocal secara terang-terangan. Maklumlah disini Negara kerajaan, jadi kalau ada yang berani vocal, apalagi menyinggung soal Raja, berarti dia siap dimasukkan ke dalam karung oleh polisi.

Jika begini kita pun akan bertanya, apakah Maroko dahulunya di kuasai oleh Hindu?? & apakah tradisi tahlilan berasal dari Hindu, untuk lebih mengetahui hal ini silahkan anda klik link inihttp://www.facebook.com/photo.php?fb...9446335&type=3  (www.facebook.com)

http://www.facebook.com/photo.php?fb...size=858%2C714  (www.facebook.com)

Source:

http://cahsempi.blogspot.com/2012/03...di-maroko.html

http://www.jurnas.com/halaman/12/2012-07-29/217156

http://www.republika.co.id/berita/ju...slam-di-maroko

Subhanallah ! Tahlilan 7 Hari Juga Tradisi Muslim Maroko



Muslimedianews.com ~ Umumnya pihak yang kontra tahlilan mengatakan bahwa tahlilan di Indonesia berasal dari ajaran Hindu sebelumnya. Tidak jarang, ada olok-olok sebagai "ajaran islam kehindu-hiduan".

Tetapi, tahlilan sebenarnya tidak hanya di Indonesia, tidak hanya di Nusantara, melainkan juga di negeri-negeri berpenduduk muslim lainnnya, Maroko misalnya. 

Screenshot di samping yang menyebarkan di jejaring sosial facebook, merupakan pernyataan dari H. Tosari Widjaja (Dubes Indonesia untuk Maroko). Ia mengatakan bahwa di Maroko yang 98% penduduknya muslim ada ritual 3, 7, 40 hari dan sebagainya bila ada orang meninggal dunia, padahal belum pernah ada ajaran Hindu masuk ke Maroko.

Asal pernyataan diatas dari akun pak Taufiq Bukhari yang mengobrol dengan Dubes Indonesia untuk Maroko di Pondok Pesantren Ar- Risalah Mlangi Nogotirto Slemanhttps://www.facebook.com/taufiq.bukh...35466523199914 . Berikut teks aslinya (19 Oktober 2013) :

Tadi malam aku ngobrol sama Duta besar Indonesia untuk Maroko di PP. Ar- Risalah Mlangi Nogotirto Sleman... beliau mengatakan bahwa di Maroko yang penduduknya 98% umat Muslim dan belum pernah ajaran Hindu masuk disana, ternyata disana menurut beliau masyarakatnya kalau ada orang meninggal tetap ada selamatan 3 hari, 7 hari, 40 hari dst...dengan demikian orang yang mengatakan bahwa selamatan tersebut warisan orang2 Hindu adalah salah...buktinya di Maroko tersebut, se umur2 belum pernah Hindu masuk di sana....tapi disana ada selamatan....kalau tidak percaya silahkan datang ke Maroko.....

(Red. Ibnu L' Rabassa)

SUMBER  (www.muslimedianews.com)


'Aza', Tahlilan untuk Habib Munzir di Tarim, Yaman



ULAMA YAMAN berkumpul di rumah keluarga habib Munzir di Yaman , walaupun Habib dimakamkan di Indonesia tetapi ulama Tarim berkumpul beramai-ramai untuk lakukan tahlil khusus buat Habib Munzir .
Moga Allah cucuri rahmat buat Habib didalam kubur sana , moga Allah ampunkan segala dosa habib dan moga Allah tempatkan Habib Munzir bersama orang beriman orang bertaqwa , dan bersama para anbia , aulia , syuhada dan orang soleh ameen Ya Allah





Habib Abdullah antara wali besar Yaman yang meraikan majlis Khatam Quran dan tahlil untuk Habib Munzir , siapakah kita orang yang masih mentah yang sanggup menghina pemergian Habib Munzir , sanggup para pengikut wahabi menghina Habib Munzir disebabkan mereka tidak setuju cara Habib Munzir mengadakan Majelis Rasulullah dan dakwa bertemu Rasulullah dalam mimpi, mereka membilangkan habib Munzir dusta , Astafirullah , mengapa tidak ada adab , Habib Munzir cerita beliau bermimpi Rasulullah bersabda kepada beliau " Kamu akan bertemu ku pada usia kamu 40 tahu " , mimpi Rasulullah tidak dusta dan tidak mungkin Habib Munzir berdusta jika kita mengikuti dan mendekati dakwah beliau mustahil beliau dusta dengan pekabaran bertemu Rasulullah, janganlah jadi orang yang tidak ada adab , menghina kematian yang mulia ini satu perkara amat menyedihkan saya (Helmi Assyafie ) apabila ada sahabat saya dari USM tel saya beliau memberi laporan ada seorang pensyarah kata " dah tak dak (sudah tiada ) dah seekor tu ( merujuk kepada habib Munzir ) , mengarut dok dakwa jumpa Rasulullah " , Allahuakbar , mengapa seorang pesyarah bercakap begitu , tidak ada adab , jangan selindung Wahabi sebalik MA dan PHD kamu .
Ikutilah akhlak para ulama . Ulama tua-tua yang soleh di Yaman berasa sedih dengan pemergian Habib Munzir permata Ummah yang cinta Ahli Sunnah yang cinta Rasulullah .
Allah memuliakan Habib Munzir dengan membenarkan mimpi beliau ternyata pada usia 40 tahu beliau meninggal dunia . Allah muliakan kematian habib Munzir dengan kesedihan ummah ,jutaan ummah bersedih malang alangkah mengundang celaka kamu disebaliknya . Siapa kalian jika nak dibandingkan dengan ulama tua tua yang solleh , mereka wara , mereka beramal dengan ilmu , mereka khidmat pada agama dari kecil hingga besar jika nak dibandingkan dengan kita yang masih mentah dalam urusan agama dan masih muda berkhidmat pada agama , malulah dengan diri sendiri ....( PEMBELAAN TERHADAP HABIB MUNZIR - Helmi Assyafie)







Habib Munzir Dalam Kenangan









Komen TS: Subhanallah...


قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ
أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw :
“Sebesar – besar kejahatan muslimin (pada muslim lainnya) adalah yang mempermasalahkan suatu hal yang tidak diharamkan, namun menjadi haram sebab ia mempermasalahkannya (Shahih Bukhari)


Nabi: Orang yg menuduh Muslim sbg Musyrik itulah yg MUSYRIK!

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allâh, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”. (HR. Bukhâri dalam at-Târîkh, Abu Ya’la, Ibnu Hibbân dan al-Bazzâr. Disahihkan oleh Albani dalam ash-Shahîhah, no. 3201).


Quote:Kata Imam Ja’far ash-Shadiq: “Semua ilmu telah dibagi-bagikan kepada ummat Nabi Muhammad Saw. Tapi hanya ada dua yang tidak (semua) dibagikan, yaitu tawadhu’ dan husnul khuluq.
note:
Tawadhu: Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya.
Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Secara singkat bermakna "Sikap Merendah Tanpa Menghinakan Diri"

Husnul Khuluq: adalah "akhlak yang mulia" sehingga memunculkan rasa kasih sayang dan kelembutan. Husnul khuluq itu adalah wajah yang berseri, memberikan kebajikan, menahan diri dari menyakiti manusia, beserta segala yang sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk bertutur kata yang baik dan menahan amarah serta sabar menanggung beban. “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Wallahu a’lam
Berawal dari hujatan bida'ah-syirik-musrik kalangan salafi-wahabi terhadap Tahlilan, maka TS mencoba mencari tahu kebenaran tersebut. berikut hasilnya: 

1. Tahlilan secara bahasa yaitu "Tah"=mengucap, "lil"=Allah, "an"=berulang2
2. Tidak ada dalil yang melarang "Tahlilan", justru malah di anjurkan ulama2 terdahulu, karena dapat mendekatkan diri kpd Allah SWT dengan banyak menyebut nama2-Nya & bersedekah
3. Tahlilan nyatanya bukan berasal dari hindu-budha, orang hindu diBali pun ketika ditanya Tahlilan tidak tahu
4. Tahlilan merupakan tradisi yang baik 
5. Salafi-wahabi selalu menuduh tahlilan bidah karena tidak diajarkan di Zaman Nabi, tapi mereka lupa klo Kitab Al-Quran, harakat bacaan Al-Quran, kitab2 karangan ulama salafiwahabi, Hadist hasan-dhoif-shohih, sekolah/pesantren/kampus, soundsystem di masjid etc. juga tidak ada dizaman Nabi padahal itu semua urusan agama

Subhanallah ! Terbukti Tahlilan telah Populer di Masa Imam Al-Qarafi



Muslimedianews.com ~ Imam Al-Qarafi adalah ahli fikih dalam madzhab Maliki, di tahun 684 H di Mesir. Beliau disebut al-Qarafi karena selama mencari ilmu ia menetap di Qarafah (pekuburan). Di masa itu Tahlilan sudah populer dengan istilah fidyah:

قَالَ الرَّهُونِيُّ وَالتَّهْلِيلُ الَّذِي قَالَ فِيهِ الْقَرَافِيُّ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ هُوَ فِدْيَةُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ سَبْعِينَ أَلْفِ مَرَّةٍ حَسْبَمَا ذَكَرَهُ السَّنُوسِيُّ وَغَيْرُهُ هَذَا الَّذِي فَهِمَهُ مِنْهُ الْأَئِمَّةُ (أنوار البروق في أنواع الفروق - ج 6 / ص 105)
“ar-Rahuni berkata: Tahlil yang dikatakan oleh al-Qarafi yang dianjurkan untuk diamalkan adalah doa fidyah La ilaha illa Allahu, sebanyak 70.000 kali. Terlebih disebutkan oleh as-Sanusi dan lainnya. Inilah yang difahami oleh para imam” (Anwar al-Buruq 6/105)

Masih dalam kitab yang sama, juga dijelaskan tentang Tahlil:

لَكِنَّ الَّذِي يَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ لَا يُهْمِلَ هَذِهِ الْمَسْأَلَةَ فَلَعَلَّ الْحَقَّ هُوَ الْوُصُولُ إلَى الْمَوْتَى فَإِنَّ هَذِهِ أُمُورٌ مَغِيبَةٌ عَنَّا ، وَلَيْسَ فِيهَا اخْتِلَافٌ فِي حُكْمٍ شَرْعِيٍّ وَإِنَّمَا هُوَ فِي أَمْرٍ وَاقِعٍ هَلْ هُوَ كَذَلِكَ أَمْ لَا ، وَكَذَلِكَ التَّهْلِيلُ الَّذِي جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ يَعْمَلُونَهُ الْيَوْمَ يَنْبَغِي أَنْ يُعْمَلَ ، وَيُعْتَمَدُ فِي ذَلِكَ عَلَى فَضْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَمَا يُيَسِّرُهُ وَيُلْتَمَسُ فَضْلُ اللَّهِ بِكُلِّ سَبَبٍ مُمْكِنٍ وَمِنْ اللَّهِ الْجُودُ وَالْإِحْسَانُ ا هـ (أنوار البروق في أنواع الفروق - ج 6 / ص 104)
“Tetapi yang dianjurkan oleh seseorang adalah agar tidak meninggalkan masalah ini (baca al-Quran di kuburan). Semoga pendapat yang benar adalah sampainya pahala kepada orang yang telah wafat. Sebab ini adalah masalah yang tak terlihat bagi kita. Dalam masalah ini tidak ada perselisihan tentang hukum syariatnya, hanya dalam masalah realitasnya seperti itu atau tidak. Demikian halnya dengan TAHLILAN yang sudah menjadi TRADISI manusia saat ini yang mereka amalkan. Hal ini dianjurkan untuk diamalkan dan diteguhkan atas karunia Allah, kemudahan yang diberikannya....” (Anwar al-Buruq 6/105)

Riwayat dari Imam al-Qarafi diatas juga menguatkan fatwa Ibnu Taimiyah yang memang hidup 1 masa dengan beliau:

مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 5 / ص 471)
وَسُئِلَ عَمَّنْ " هَلَّلَ سَبْعِينَ أَلْفَ مَرَّةٍ وَأَهْدَاهُ لِلْمَيِّتِ يَكُونُ بَرَاءَةً لِلْمَيِّتِ مِنْ النَّارِ " حَدِيثٌ صَحِيحٌ ؟ أَمْ لَا ؟ وَإِذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ وَأَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهُ أَمْ لَا ؟ .
الْجَوَابُ فَأَجَابَ : إذَا هَلَّلَ الْإِنْسَانُ هَكَذَا : سَبْعُونَ أَلْفًا أَوْ أَقَلَّ أَوْ أَكْثَرَ . وَأُهْدِيَتْ إلَيْهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ وَلَيْسَ هَذَا حَدِيثًا صَحِيحًا وَلَا ضَعِيفًا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
“(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang orang yang bertahlil 70.000 kali dan menghadiahkannya kepada mayyit, supaya memberikan keringan kepada mayyit dari api neraka, haditsnya shahih ataukah tidak ? Apakah seseorang manusia yang bertahlil dan menghadiahkan kepada mayyit, pahalanya sampai kepada mayyti ataukah tidak ?

Jawab : Apabila seseorang bertahlil sejumlah yang demikian ; 70.000 kali atau lebih sedikit atau lebih banyak dari itu dan menghadiahkannya kepada mayyit niscaya Allah akan memberikan kemanfaatan kepada mayyit dengan hal tersebut, dan tidaklah hadits ini shahih dan tidak pula dlaif. Wallahu A’lam”. 

مجموع فتاوى ابن تيمية - (ج 5 / ص 472)
وَسُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ أَهْلِ الْمَيِّتِ تَصِلُ إلَيْهِ ؟ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ وَالتَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ إذَا أَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهَا أَمْ لَا ؟ .
الْجَوَابُ فَأَجَابَ : يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ قِرَاءَةُ أَهْلِهِ وَتَسْبِيحُهُمْ وَتَكْبِيرُهُمْ وَسَائِرُ ذِكْرِهِمْ لِلَّهِ تَعَالَى إذَا أَهْدَوْهُ إلَى الْمَيِّتِ وَصَلَ إلَيْهِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
"(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang keluarga al-Marhum yang membaca al-Qur’an yang disampaikan kepada mayyit ? Tasybih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila menghadiahkannya kepada mayyit, apakah pahalanya sampai kepada mayyit ataukah tidak ?

Jawab : Pembacaaan al-Qur’an oleh keluarga almarhum sampai kepada mayyit, dan tasbih mereka, takbir dan seluruh dziki-dzikir karena Allah Ta’alaa apabila menghadiahkannya kepada mayyit, maka sampai kepada mayyit. Wallahu A’lam"

red. Ibnu L' Rabassa
Oleh : Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin 

SUMBER  (www.muslimedianews.com)

SUMBER  (www.muslimedianews.com)


Tahlilan sampai tujuh hari ternyata tradisi para sahabat Nabi Saw dan para tabi’in


*7 hari wafatnya KH. Abdulah Faqih, Pengasuh Pondok Pesantren Langitan dirangkai dengan susunan acara Khotmil Quran bilghoib serta Pembacaan surat yasin dan surat Al Muluk dan dilanjutkan dengan pembacaan tahlil.

Siapa bilang budaya berssedekah dengan menghidangkan makanan selama mitung dino (tujuh hari) atau empat puluh hari pasca kematian itu budaya hindu ?

Di Indonesia ini banyak adat istiadat orang kuno yang dilestarikan masyarakat. Semisal Megangan, pelepasan anak ayam, siraman penganten, pitingan jodo, duduk-duduk di rumah duka dan lainnya. Akan tetapi bukan berarti setiap adat istiadat atau tradisi orang kuno itu tidak boleh atau haram dilakukan oleh seorang muslim. Dalam tulisan sebelumnya al-faqir telah menjelaskan tentang budaya atau tradisi dalam kacamata Syare’at di ;http://warkopmbahlalar.com/2011/stra...ali-songo.html atau di ;http://www.facebook.com/groups/14928...roup_activity.

Tidak semua budaya itu lantas diharamkan, bahkan Rasulullah Saw sendiri mengadopsi tradisi puasa ‘Asyura yang sebelumnya dilakukan oleh orang Yahudi yang memperingati hari kemenangannya Nabi Musa dengan berpuasa. Syare’at telah memberikan batasannya sebagaimana dijelaskan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib saat ditanya tentang maksud kalimat “ Bergaullah kepada masyarakat dengan perilaku yang baik “, maka beliau menjawab: “Yang dimaksud perkara yang baik dalam hadits tersebut adalah :

هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي

“ Beradaptasi dengan masyarakat dalam segala hal selain maksyiat “. Tradisi atau budaya yang diharamkan adalah yang menyalahi aqidah dan amaliah syare’at atau hukum Islam.

Telah banyak beredar dari kalangan salafi wahhabi yang menyatakan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari diadopsi dari adat kepercayaan agama Hindu. Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini?
Sungguh anggapan mereka salah besar dan vonis yang tidak berdasar sama sekali. Justru ternyata tradisi tahlilan selama tujuh hari dengan menghidangkan makanan, merupakan tradisi para sahabat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in.



*Tahlilan UJE

Perhatikan dalil-dalilnya berikut ini :

Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya mengtakan :

قال طاووس : ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

“ Thowus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “.

Sementara dalam riwayat lain :

عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا

“ Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari “.

Dalam menjelaskan dua atsar tersebut imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi atsar Thowus termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih.
Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi Saw. Sedangkan Ubaid bin Umair yang wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob Ra.

Menurut imam Muslim beliau dilahirkan di zaman Nabi Saw bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau sempat melihat Nabi Saw. Maka berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi Saw.

Sementara bila ditinjau dalam sisi diroyahnya, sebgaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa: “Setiap riwayat seorang sahabat Nabi Saw yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi Saw), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak sampai kepada Nabi Saw).

Menurut ulama ushul dan hadits, makna ucapan Thowus ;

ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para sahabat Nabi Saw telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh Nabi Saw sendiri.

(al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).

Maka tradisi bersedekah selama mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi Saw, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh beliau Nabi Muhammad Saw.

(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)

Di Malang, di daerah Kediri, acara slametan kirim doa kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak dinamakan “Tahlilan”, tapi penduduk setempat menyebutnya “Fidaan”.

*Membaca kalimat tahlil sebanyak 70.000 / 71.000.
*Membaca surat Ikhlas sebanyak 1.000 / 100.000, dan lain sebagainya.
*Dzikir Fida’ bisa dilaksanakan untuk sendiri atau orang lain, dan dapat dilaksanakan dalam satu majelis atau dicicil. Lafadz niatnya perlu dibedakan dan dijelaskan. Sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab diantaranya:

1. Tafsiir As-Shoowi, Juz 4 hal. 498 (Ahmad Shoowi Al-Maliki)

ومنها : اَنَّ مَنْ قَرَأَهَا مِائَةَ أَلْفِ مَرَّةٍ فَقَدِ اشْتَرَى نَفْسَهُ مِنَ اللهِ, وَنَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ تَعَالَى فِىْ سَمَوَاتِهِ وَفىِ أَرْضِهِ : اَلاَ إِنَّ فُلاَناً عَتِيْقُ اللهِ, فَمَنْ كَانَ لَهُ قَبْلَهُ بِضَاعَةً فَلْيَأْخُذْهَا مِنَ اللهِ غَزَّ وَجَلَّ, فَهِيَ عَتَاقَةٌ مِنَ النَّارِ لَكِنْ بِشَرْطِ اَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَيْهِ حُقُوْقٌ لِلْعِبَادِ أَصْلاً, اَوْ عَلَيْهِ وَهُوَ عَاجِزٌ عَنْ أَدَائِهَا. (تفسير الصاوى : الجزء الرابع ص : 498)

Sebagian dari fadlilah surat al-ikhlas, sesungguhnya orang yang membacanya 100.000 kali, dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah dan Malaikat akan mengumumkan dari sisi Allah di langit dan di bumi “Ketahuilah! sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah, siapa saja yang mempunyai hak yang di tanggung fulan maka mintalah dari Allah”. Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakannya dari neraka, tetapi dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya tanggungan tapi tidak mampu membanyarnya.

2. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 157 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ …. وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ بِإِخْلاَصٍ حَرّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النّارِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 157)

Imam Muslim dan lainnya meriwayatkan…. dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas dengan hati yang ikhlas, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.

3. Kitab Khoziinatul Asoror, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَاَيْضًا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ أَحَدًا وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ نَفْسَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ عَائِشَةٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَذَا لَوْ فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ أَقُوْلُ وَلَعَلَّ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْتَنَدُ السَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ فىِ تَسْمِيَّةِ الذِّكْرِ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ بِهَذَا اْلعَدَدِ عَتَاقَةً جَلاَلِيَّةً وَاشْتَهَرَتْ فىِ ذَلِكَ حِكَايَةٌ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ اْلاَكْبَرُ عَنِ اْلاِمَامِ أَبِي اْلعَبَّاسِ اْلقُطْبِ اْلقَسْطَلاَنِى نَقْلاً عَنِ الشَّيْخِ أَبِي الرَّبِيْعِ الْمَالِكِى دَالَّةً عَلىَ صِدْقِ هَذَا الْخَبَرِ بِطَرِيْقِ اْلكَشْفِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 188)

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membaca kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 71.000 maka dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Azza wa Jalla”. Hadits riwayat Abu Sa’id dan Aisyah r.a. begitu juga kalau dia melakukan untuk orang lain. Hadits ini adalah sebagai sandaran dasar para ulama sufi untuk menamakan dzikir dengan kalimat tauhid dengan jumlah hitungan tersebut dengan nama ‘Ataqoh Jalaliyyah. Cerita tentang kebenaran dzikir ini sudah sangat masyhur, diantaranya yang ditutur oleh as-Syaikh al-Akbar dari Imam Abi al-Abbas al-Qutbi al-Qostholani dari Syaikh Abi Robi’ al-Maliki untuk menunjukkan kebenaran hadits ini dengan cara mukasyafah.

‎4. Kitab Irsyaadul ‘Ibaad, hal. 4 (Zainuddin abdul Aziz Ibnu Zainuddin Al-Malibari)

وَحُكِىَ اَيْضًا فِيْهِ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي يَزِيْدَ الْقُرْطُبِى قَالَ سَمِعْتُ فِى بَعْضِ اْلأَثاَرِ أَنَّ مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ فِدَآءً مِنَ النَّارِ. (إرشاد العباد ص : 4)

Diriwayatkan lagi dari Syaikh Abi Yazid al-Qurtubi berkata: saya mendengar dari sebagian atsar (perkataan Sahabat) “ barangsiapa mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 70.000 kali, maka kalimat tersebut menjadi tebusan baginya dari api neraka”.

5. Khoziinatul Asroor, hal. 159( Sayyid Muhammad Haqqin Nazili )

وَيقولُ الفَقِيْرُ أَعْتَقَهُ اللهُ مِنَ السَّعِيْرِ اِنِّي رَأَيْتُ شَيْخًا فىِ المَسْجِدِ الْحَرَامِ فىِ رَمَضَانَ سَنَةَ اِثنَتَيْنِ وَسِتِّيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَاَلْفٍ يَقْرَأُ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ عِنْدَ بَابِ الدَّاوُدِيَةِ لَيْلاً وَنَهَارً كُلَّ رَمَضَانَ فَقَبَّلْتُ يَدَهُ فَقُلْتُ يَا سَيِّدِى وَمَوْلاَيَ اِنِّىْ اَرَاكَ كُلَّ يَوْمٍ تَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَخْبِرْنِىْ عَنْ فَوَائِدِهِ وَأَسْرَارِهِ فَقَالَ أَعْتَقْتُ رَقَبَتىِ مِنَ النَّارِ يَا وَلَدِىْ وَشَارَ بِيَدِهِ اِلىَ عُنُقِهِ فَقُلْتُ أَجِزْنِيْهَا فَأَجَازَنِىْ وَأَذِنَ لِىْ وَدَعَا لِىْ بِالْبَرَكَةِ فِيْهِ وَفَّقَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ لِقِرَائَتِهَا اَلْفَ مَرَّةٍ وَبِهَا اْلاِجَازَةُ لِمَنْ قَرَأَهَا بِالخَطِّ وَالكِتَابَةِ بَارَكَ اللهُ لَناَ وَلَكُمْ وَفَتَحَ عَلَيْنَا وَعَلَيْكُمْ جَعَلَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلمُخْلِصِيْنَ بِحُرْمَةِ اْلاِخْلاَصِ. (خزينة الاسرار ص : 159)

Al-Faqir berkata (semoga Allah memerdekakannya dari neraka Sya’ir): saya melihat seorang Syaikh di Masjidil Haram pada bulan Romadlon tahun 1.261 sedang membaca surat al-Ikhlas di sebelah pintu Dawudiyyah malam dan siang hari setiap bulan Ramadan. Kemudian aku mengecup tangannya sambil berkata: Wahai Tuanku, aku melihatmu setiap hari membaca surat Ikhlas, berilah tahu padaku tentang faedah dan rahasianya. Kemudian dia menjawab: aku ingin memerdekakan jasadku dari neraka wahai anakku, dan dia mengangkat tangan ke lehernya. Aku berkata: berilah aku ijazah, kemudian beliau mengijazahiku dan memberi izin padaku serta mendo’akan barokah. Semoga Allah memberi pertolongan pada kamu untuk membacanya sebanyak 1.000 kali. Ini merupakan ijazah melalui tulisan bagi orang yang mau membacanya. Semoga Allah memberi barokah pada kita dan membukakan rohmatnya. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang selamat sebab kemuliaan surat al-Ikhlas.

6. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَقَدْ نَقَلَهَا أَبُوْ سَعِيْدِ الْخَادِمِى فِى الْبَرِيْقَةِ شَرْحِ الطَّرِيْقَةِ الْمُحَمَدِيَّةِ وَغَيْرُهُ مِنَ الثِّقَاةِ اْلاِثْبَاتِ عَلىَ اَنَّ الْحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ يُعْمَلُ بِهِ فِيْ فَضَائِلِ اْلاَعْمَالِ , لاَ سِيَّمَا وَهُوَ مُخَالِفٌ لِلْقِيَاسِ. (خزينة الاسرار ص : 188)

Demikian itu juga dikutip oleh Abu Sa’id Al-Khodimi dari parawali itsbat yang terpercaya yang tersebut dalam kitab Al-Bariqoh, Syarah kitab At-Thoriqotul Muhamadiyyah dan lainnya, bahwa hadits dhoif boleh diamalkan dalam hal Fadloilil ‘Amal (keutamaan amal) meskipun tidak sesuai dengan qiyas.

Quote:Original Posted By indonesiaber1 
Friday, 3 May 2013

#PRU13 : SEKITAR YANG MENARIK DI MAJLIS TAHLIL DAN MARHABAN PAGOH JOHOR !!! #LainKaliLah




Bertempat di kampung raja pagoh Johor, telah diadakan satu majlis Tahlil dan Marhaban semperna kenduri cukur jambul untuk bayi bernama Ungku Ahmad Firdaus. Majlis yang meriah ini telah di hadiri oleh pelbagai masyarakat di sekitar kampung raja pagoh. Biasanya majis sebegini di adakan untuk bayi yang baru lahir bagi masyarakat yang menganuti agama Islam.

Majlis yang telah diadakan ini telah berlansung di sebuah rumah yang merupakan seorang pengrusi pada Persatuan Belia Warisan Melayu Kampung Raja Pagoh. Persatuan ini mempunyai seramai 37 ahli yang merupakan penduduk di dalm kampung tersebut. Pujian dapat penulis berikan pada majlis ini yang menampakkan ciri-ciri keislaman dan kebudayaan melayu yang masih kekal seratus peratus. Bukan niat penulis untuk menafikan di tempat lain yang tidak mempunyai seperti majis disini, cuma penulis tertarik dengan keadaan pelbagai aspek yang ada di majlis ini, contohnya kerja gotong royong sesama kampung yang masih di kekalkan tidak kira dari golongan tua atau muda untuk menjayakan majlis ini.

Apa yang kita dapat lihat bila majlis sebegini di adakan di kalangan orang melayu yang tinggal di kota, mereka selalu memudahkan tanggungjawab mereka dengan membayar pada katering. Cara begini bagi penulis memang mudah, tapi keakraban dan sifat tolong menolong budaya melayu akan hilang sedikit demi sedikit. Penulis berharap agar tradisi gotong royong yang masih di amalkan oleh penduduk kampung Raja Pagoh Johor ini akan kekal selamanya.

Sumber: Blog orang malaysia   (pagohp143.blogspot.com)

Gotong royong budaya melayu, Gan.Bikin ribut, itu budaya wahabi.

0 Response to "Ternyata Dulu Tahlilan 7 Hari Populer di Makkah dan Madinah"

Posting Komentar